Text
Pemeriksaan in absentia dalam perkara tindak pidana korupsi
Dr. I Made Suarnawan, S.H., M.H. lahir di Tejakula pada tanggal 14 Agustus 1965.1a menyelesaikan pendidikan S-3 (Doktoral) di Universitas Airlangga, Surabaya dan meraih gelar sebagai Doktor pada tahun 2020. Laki-laki berusia 56 tahun ini mengawali kariernya sebagai Jaksa pada tanggal 25 November 1997 dan saat ini menjabat sebagai Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah dengan pangkat Jaksa Utama Madya (IV/d).
Jabatan yang pernah diemban oleh I Made Suarnawan, di antaranya Kepala Kejaksaan Negeri Tanah Bambu tahun 2008, Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Barat tahun 2013,Wakil Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Timur tahun 2018, Kepala Kejaksaan Tinggi Bangka Belitung tahun 2020, Direktur Tata Usaha Negara Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara pada Kejaksaan Agung Republik Indonesia tahun 2021, dan sejak Oktober 2022 menjabat sebagai Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah.
Kesimpulan:
Kekosongan hukum berkaitan dengan penyidikan in absentia dapat memberikan keuntungan bagi pelaku tindak pidana korupsi. Oknum penyidik yang tidak profesional dapat bekerja sama dengan tersangka dengan cara memberikan kesempatan atau sarana kepada tersangka untuk melarikan diri sehingga tidak dapat dilanjutkan pemeriksaan perkara karena tersangka melarikan diri. Apabila alasan tersangka melarikan diri tidak dapat dilanjutkan penyidikan dan pelimpahan perkara penuntut umum maka tidak ada kepastian hukum dan keadilan dalam upaya pengembalian kerugian keuangan negara. Selain itu, penyidikan tanpa pemeriksaan tersangka menimbulkan permasalahan hukum apabila ditinjau berdasarkan Pasal 8 ayat (3) huruf b KUHAP yang menentukan penyerahan berkas perkara dilakukan dalam hal penyidikan dianggap selesai maka penyidik menyerahkan tersangka dan barang bukti kepada penuntut umum. Mengacu pada Pasal 8 ayat (3) huruf b KUHAP maka apabila tersangka melarikan diri maka pelimpahan perkara tidak dapat dilakukan karena penyidik tidak dapat menyerahkan tersangka.
Tidak tersedia versi lain